Senin, 06 Januari 2020

Latihan Menulis Struktur Cerita

Penulisan naskah lakon sedikit berbeda dengan penulisan cerpen dan novel. Naskah lakon mengutamakan dialog atau percakapan antartokoh dalam penuturan cerita. Dari percakapan antartokoh itulah pembaca dapat menangkap isi cerita. Lakon kadang dibagi menjadi beberapa babak sebagai rangkaian peristiwa-peristiwa dari kehidupan para tokoh. Setiap babak mengisahkan suatu peristiwa, waktu, dan tempat tertentu. Setiap babak terdapat adegan-adegan yang menggambarkan watak dari para tokoh dalam lakon tersebut. Untuk menyusun naskah lakon, yang diperlukan mula-mula adalah gagasan. Gagasan atau ide dalam menulis lakon, adalah hasil perenungan dan pemikiran.

A. Latihan menulis Lakon
Naskah lakon atau cerita atau juga biasa disebut dengan skenario adalah unsur pertama yang berperan sebelum sampai ke tangan sutradara dan para pemeran. Naskah lakon bisa berdiri sendiri sebagai bacaan berupa buku cerita atau karya sastra. Naskah lakon merupakan penuangan dari ide cerita ke dalam alur cerita dan susunan lakon. Seorang penulis lakon dalam proses berkarya biasanya bertolak dari tema cerita. Tema tersebut disusun menjadi sebuah cerita yang terdiri dari peristiwa-peristiwa yang memiliki alur yang jelas, dengan ukuran dan panjang yang diperhitungkan menurut kebutuhan sebuah pertunjukkan. Meskipun sebuah naskah lakon bisa ditulis sekehendak penulis, namun harus tetap memperhitungkan atau berpegang pada asas keutuhan (unity).

Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema (dasar pemikiran atau gagasan, ide penulis untuk disampaikan kepada penonton), plot (kejadian atau peristiwa yang saling menkait), seting (latar tempat, suasana, dan waktu cerita), dan tokoh (peran yang terlibat dalam kejadian-kejadian lakon).
 Penulisan naskah lakon sedikit berbeda dengan penulisan cerpen dan novel Latihan Menulis Struktur Cerita
Akan tetapi naskah lakon yang harus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur tersebut pertama kali dirumuskan oleh Aristoteles yang membagi menjadi lima bagian besar yaitu eksposisi atau pemaparan, komplikasi, klimaks, anti klimaks atau resolusi, dan konklusi (catastrope). Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak diterapkan secara kaku, tetapi lebih bersifat fungsionalistik. Struktur lakon yang lebih sederhana terdiri dari pemaparan, konflik, dan penyelesaian.

1. Tema
Tema merupakan gagasan cerita atau ide cerita yang menjadi dasar atau inti cerita yang akan ditulis oleh seorang penulis. Ide cerita bisa darimana saja dan kapanpun dapat muncul dalam pikiran seorang penulis. Ide cerita tidak perlu dicari ke mana-mana, karena ide tersebut sebenarnya tersebar dimana-mana di sekitar lingkungan kita tinggal. Asalkan bisa menangkap dan mengolah ide tersebut menjadi sebuah cerita. Metode atau cara untuk mendapatkan ide cerita adalah dengan mengamati semua hal yang ada di sekitar kita. Proses pengamatan ini akan memunculkan kesadaran dalam diri dan pikiran kita.

Tema juga disebut dengan muatan intelektual dalam sebuah permainan. Andi Asmara (1979 : 65) menyebut tema sebagai premis yaitu rumusan intisari cerita sebagai landasan ideal dalam menentukan arah tujuan cerita. Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa tema adalah ide dasar, gagasab atau pesan yang ada dalam naskah lakon dan tema ini menentukan arah jalannya cerita.

Fani dan Gina sedang menangis, dengan suara yang tidak enak didengar dan dengan komposisi yang sedap dipandang..
Hana:(muncul tertegun, mendekati kedua temannya) Ada apa ini Fani, Gina? mengapa? Katakanlah, saiapa tahu aku bisa membantu. Ayolah Fani, apa yang terjadi? Ayolah Gina, hentikan sebentar tangismu!
Fani dan Gina tidak menggubris Hana. Mereka terus menangis secara memilukan.
Hana:Ya Tuhan! Duka macam apa yang kaubebankan kepada kedua temanku ini? Dan apa yang harus aku lakukan apabila aku tidak tahu sama sekali persoalan semacam ini? Fani, Gina sudahlah kita memang wanita sejati tanpa ada seorangpun yang mearagukan, dan oleh sebab itu kita memiliki hak istimewa untuk menangis. Namun apapun persoalanya tidak boleh membiarkan sahabat kebingungan, sementara kalian berdua menikmati indahnya tangisan. Ayolah hentikan tangisan kalian. Kalau tidak, ini akan dianggap sebagai penghinaan dan sekaligus mengancam kelangsungan persahabatan kita.

2. Plot
Plot atau alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakan jalan cerita melalui perumitan (penggawatan atau komplikasi) ke arah klimaks dan selesaian. Rikrik El Saptaria (2006 : 47) mengemukakan bahwa plot merupakan rangkaian peristiwa yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan hukum sebab akibat. Plot disusun oleh pengarang dengan tujuan untuk mengungkapkan buah pikiran yang secara khas. Pengungkapan ini melalui jalinan peristiwa yang baik sehingga menciptakan  dan mampu menggerakan alur cerita itu sendiri.

Ada sebagian orang yang menyebut plot sebagai kerangka cerita, karena terdiri dari peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung dalam cerita. Peristiwa-peristiwa tersebut membuat sebuah rangkaian dan menjalankan gerak cerita sampai dengan akhir cerita. Peristiwa-peristiwa yang terjadi tersebut terjadi karena hubungan sebab akibat, peristiwa yang satu merupakan akibat dari peristiwa yang lain. Kerangka konflik dalam cerita yang paling sederhana hanya terdiri dari pemaparan, konflik, dan penyelesaian atau awal, tengah, dan akhir. 
  1. Pemaparan atau awal biasanya hanya berisi penjelasan atau perkenalan peran-peran yang ada dalam cerita tersebut, lokasi atau tempat kejadian peistiwa, waktu peristiwa itu berlangsung. Bagian awal atau pemaparan terkadang sudah memunculkan masalah yang dihadapi oleh peran-peran yang ada, dan bagaimana mencari cara menyelesaikan masalah tersebut.
  2. Bagian tengah atau konflik berisi kejadian-kejadian yang saling terkait dan masalah pokok yang disajikan kepada penonton. Masalah-masalah ini membutuhkan penyelesaian atau jawaban untuk menyelesaikannya. Peristiwa-peristiwa pada bagian tengah ini seharusnya dibuat semenarik mungkin sehingga membentuk jalinan peristiwa yang indah. pada bagian ini juga terjadi rintangan-rintangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh peran protagonis serta perlawanan yang dilakukan oleh peran antagonis. Keinginan-keinginan peran protagonis dihalang-halangi bahkan digagalkan oleh peran antagonis. Saling menyerang dan menghalangi antar peran inilah yang menarik pada bagian tengah atau konflik ini.
  3. Bagian akhir cerita taua penutup berisi tentang penyelesaian cerita, dimana semua pertanyaan-pertanyaan dan masalah menemukan jawaban dan penyelesaiannya. Pertanyaan-pertanyaan penonton terhadap jalanya cerita juga terjawab dan penonton diharapkan mendapatkan pelajaran san pencerahan dari cerita yang disajikan tersebut. Pada bagian akhir tidak perlu disimpulkan atau diinformasikan penyelesaian cerita itu kepada penonton dan biarkan penonton mendapatkan jawabannya sendiri dan merenungkan apa yang sudah dilihat dan didengar.

3. Latar Cerita Atau Setting
Menuliskan latar cerita adalah menuliskan gambaran situasi tempat kejadian, gambaran tempat kejadian dan waktu terjadinya peristiwa yang akan ditulis menjadi latar cerita. Situasi, tempat dan waktu yang menjadi latar cerita bisa saja dari hasil imajinasi, tetapi juga bisa merupakan hasil observasi dan eksplorasi dalam kehidupan sehari-hari. Observasi dapat dilakukan dengan mengamati sebuah lingkungan keseharian yang bisa mendukung hasil rancangan. Hasil pengamatan tersebut kemudian ditulis secara detail sesuai dengan apa yang dilihat, disengar, dirasakan, dan dibaui. Proses observasi ini sekaligus mengeksplorasi tempatnya. Tempat tersebut bisa sepi, ramai, bising, situasi yang sibuk, mencekam, koroe, dan bau. Semua itu hasil eksplorasi dan observasi dicatat dan bisa menjadi bahan latar cerita yang akan ditulis.

Penggambaran cerita ini akan berbeda-beda setiap orang, karena sudut pandang yang digunakan juga berbeda. Selain itu juga sangat dipengaruhi oleh kepekaan jiwa penulis. Misalnya ketika mengamati sebuah taman kota, orang bisa menuliskan segalanya apay yang dilihat, apa yang disengar, dan apa yang dibaui. Tetapi bagi sebagian lain, bisa saja menuliskan apa yang dirasakan, dan itu akan mempengaruhi hasil pengamatannya. Untuk mempersiapkan latar cerita perlu dituliskan dan dideskripsikan sebanyak mungkin hasil pengamatan dan eksplorasi dari beberapa tempat. Jangan hanya menuliskan suasana dan tempat tersebut dalam satu kata karena akan memunculkan tafsir yang berbeda.

Asdiarti:Maka kita gelisah, karena sebenarnya kita tidak pernah mengerti nasib kita yang akan datang.
Yanti:Dan persoalannya yang kita hadapi itu, tidak bisa dipecahkan dengan ilmu pengetahuan yang kita terima di sekolah sekarang ini.
Asdiarti:Kau mau? (mengeluarkan sebatang r*kok)
Yanti:(menerima dan meletakannya di atas meja)
Asdiarti:Ambilah, simpanlah di tasmu. Jangan sampai kelihatan guru kita.

4. Tokoh Cerita
Peran adalah makhluk hidup yang memiliki hidup dan kehidupan dalam dunia lakon hasil dari imajinasi seorang penulis. Peran tersebut harus hidup, dalam artian memiliki dimensi kehidupan atau memiliki karakter. Karakter tersebut bisa saja jahat, baik, bodoh, jenius, kaya, miskin, dan lain-lain. Tugas seorang penulis lakon adalah mendeskripsikan secara ringkas peran-peran tersebut. Karena peran tersebut hidup, misalnya nama, umur, jenis kelamin, bentuk fisik, jabatan dan sisi kejiwaannya. Hal penting sebagai gambaran awal bagi seorang calonpemeran ketika hendak memainkan peran tersebut.

Untuk mencari gambaran peran yang hendak ditulis, seorang penulis lakon bisa melakukan observasi, baik dari kehidupan keseharian atau yang ada dilingkungan sekitarnya., maupun dari kenangan yang pernah dialaminya. Lakukan observasi dan tulis secara detail peran tersebut. Susun semua peran tersebut dalam satu susunan peran yang akan mengisi kehidupan dunia lakon. Detail yang harus dideskripsikan ialah bagaimana tokoh mengenakan pakaian, bersamaan dengan itu juga bagaimana profil kepribadian tokoh dengan mengacu kepada sejarah singkat kehidupannya.

Langkah selanjutnya adalah meletakkan peran yang telah ditulis dan dideskripsikan tersebut ke dalam latar cerita yang telah dibuat. Peran dituliskan secara sederhana dengan kegiatan yang spesifik, misalnya seorang bapak sebagai guru yang dibenci siswanya. Penjelasan lebih detail bisa dimasukkan dalam dialog yang akan diucapkan oleh peran-peran yang ada dalam lakon tersebut.

Buatlah peran tersebut menjadi hidup, dengan membuatnya berbicara atau bereaksi. Membuat peran bicara dilakukan dengan mempertemukan dua peran atau lebih dalam satu suasana dan masalah yang telah dirancang. Buatlah konflik antar peran dan konflik itu bisa sangat sederhana dan bisa juga sangat rumit. Konflik sederhana bisa terjadi karena adanya kesalahpahaman yang berakhir dengan kerumitan dan penyelesaian. Peran bisa hidup karena penulis menciptakan rintangan-rintangan terhadap keinginan peran tersebut. Dengan adanya rintangan, peran tersebut akan menciptakan dan mencari taktik yang dirasakan konkret atau bisa dilakukan, juga akan menciptakan dialog yang wajar.

Lurah:Saya mesti tetap memikirkannya, Pak Jagabaya. Sebagai seorang lurah, saya tidak akan berdiam diri menghadapi persoalan ini.
Jagabaya:Tapi, maaf Pak Lurah, saya merasa tindakan Pak Lurah dalam menghadapi persoalan ini kurang tegas. Maaf, Pak Lurah kurang cak-cek, kurang cepat.
Lurah:Memang saya sadari saya kurang tegas dalam hal ini. Ini saya sadari betul, Pak Jagabaya. Tapi tindakan saya yang kurang tepat ini sebetulnya bukan berarti apa-apa. Terus terang dalam menghadapi persoalan ini saya tidak mau grasa-grusu.
Jagabaya:Memang tidak perlu grasa-grusu, Pak Lurah. Tapi, tidak grasa-grusu bukan berarti pula diam saja dan hanya plompang-plompong menunggu berita. Pak Lurah kan tinggal memberikan perintah atau izin kepada saya untuk mengadakan ronda malam setiap malam.

B. Latihan menulis Cerita
Untuk dapat menulis naskah drama yang baik dan menarik, diperlukan latihan dan pemahaman tentang unsur-unsur yang dapat membangun sebuah naskah drama.

a. Pemaparan
Pemaparan berisi tentang keterangan-keterangan tokoh, masalah, tempat, waktu atau pengantar situasi awal lakon. Pada bagian pemaparan ini juga mulai ditampilkan bagian yang mengarah pada perwujudan tema. Bagian-bagian tersebut dibungkus sedemikian rupa sehingga tidak nampak dengan jelas, tetapi penonton atau pembaca sudah bisa memperkirakan arah dan keseluruhan kejadian dalam lakon. Dalam penyusunan pemaparan ini sebaiknya sudah mengandung konflik atau yang mengarah pada konflik yang terjadi tetapi masih dalam keseimbangan lakon.

Pentas menggambarkan sebuah ruangan kelas waktu pagi hari. Tampak di sana beberapa meja kursi, kurang begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan di meja.Pengenalan latar pentas
Seorang pemuda pelajar sedang duduk di atas meja. Ia bersilang tangan. Pemuda itu Anton namanya. Ia adalah pemimpin Redaksi majalah dinding itu. Sedangkan Rini, sekretaris redaksi duduk di kursuPengenalan para tokoh
Waktu itu hari Minggu, Anton tampak kusut, wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia buru-buru ke sekolah karena mendengar berita dari Wilar, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding mereka dibredel oleh Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Trisno mengejek pak Kusno, guru karate.Pengungkapan masalah

b. Penggawatan
Pada bagian penggawatan ini dituliskan masalah dalam bagian pemaparan yang sudah diganggu adanya bibit-bibit permasalahan dan kepentingan. Bibit masalah ini akibat dari pemikiran-pemikiran peran atau aksi peran terhadap keinginannya. Untuk pertama kalinya peran antagonis bertemu dengan peran protagonis membangun konflik, akibat pertentangan antar peran tersebut. Konflik ini dibangun dan dijalin dalam peristiwa yang semakin gawat sampai mencapai klimaks. Jadi bagian penggawatan ini sebenarnya tubuh paling penting dari lakon, karena jika bagian penggawatan ini lemah, maka lakon secara keseluruhan akan terasa lemah.

Anton:Tapi masih ada satu bahaya.
Rini:Bahaya apaan ?
Kardi:Nasib karikaturis kita itu?
Anton:Bisa jadi ia akan celaka.

c. Klimaks
Selama ini ada pemikiran yang sedikit keliru, bahwa klimaks adalah pucak dari ketegangan lakon. Padahal klimaks adalah titik paling ujung dari perselisihan antara peran antagonis dan peran protagonis. Ketika pada titik ini, konflik sudah tidak bisa dibuat rumit lagi dan konflik tersebut harus diakhiri. Dengan berakhirnya konflik maka akan ada pihak yang dikalahkan atau dihancurkan, pihak mana yang dikalahkan tergantung dari konsep dan visi seorang penulis lakon.
Trisno:Aku bilang, ide itu....
Anton:Ide Anton?
Trisno:Ide Albertus Sutrisno sang pelukis ! Dengar?
Rini:Tapi kaubilang sudah ada persetujuan dari Pimpinan Redaksi?
Trisno:Aku bilang bahwa tanpa sepengetahuan anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya tanggung jawab saya. Dengar?
Kardi:Edaaaan, Pahlawan tenan iki.
Anton:Kenapa kau bilang begitu, Manghina aku, Tris? Aku yang suruh kau melukis itu. Aku penanggungjawabnya. Akulah yang mesti digantung....bukan kau!

d. Peleraian
Bagian peleraian berisi tentang alternatif-alternatif jawaban dari permasalahan sampai terjadinya konflik antara peran protagonis dan peran antagonis. Bentuk alternatif jawaban ini tidak boleh diwujudkan secara nyata atau terbaca dengan mudah. Kalau alternatif jawaban ini dibuat secara nyata dan tiba-tiba, maka akan melemahkan klimaks yang telah dibuat menjadi tidak berarti. Peleraian ini harus disusun dengan cermat dan tidak mengurangi ketercekaman yang terjadi pada klimaks, tetapi lama-kelamaan semakin menurun.

e. Penyelesaian
Penyelesaian berisi tentang jawaban-jawaban yang menjadi permasalahan antara peran protagonis dengan peran antagonis. Fungsi peleraian adalah mengembalikan keadaan seperti pada awal cerita lakon, karena segala persoalan sudah terjawab. Penyelesaian juga merupakan bagian akhir dari cerita lakon.
Anton:Kau ketemu dia pagi ini?
Wilar:Dia mau!
Anton:Mau ?
Rini:Mau?
Wilar:Jelas. Malah dia bilang begini. Aku wakil kelas kalian. Aku ikut bertanggungjawab atas perbuatan kalian terhadap Pak Kusno. Tapi kalian tidak boleh bertindak sendiri. Diam saja. Aku yang akan maju ke Bapak Kepala Sekolah. Aku akan menjelaskan bahwa Pak Kusno memang kurang beres. Tapi kalau kalian berbuat dan bertindak sendiri-sendiri, main corat-coret, atau membikin onar, kalian akan aku laporkan ke polisi.