Jumat, 10 April 2020

Pengertian Yurisprudensi, Syarat, Macam & Menurut Para Ahli

Yurisprudensi -  Setiap mahasiswa (peserta didik)di bangku kuliah pendidikan tinggi hukum biasanya akan diberi pengertian bahwa yurisprudensi adalah salah satu dari sumber hukum dalam arti formal. Memang harus disadari bahwa yurisprudensi di dalam sistem keluarga civil law tidak menoreh garis kekuatan preseden yang mengikat (the binding force of precedent) sebagaimana layaknya yurisprudensi di dalam keluarga sistemcommon law. Kendati demikian, dari waktu ke waktu peranan yurisprudensi di dalam perkembangan sistem hukum di semua keluarga sistem hukum, dirasakan justru makin menguat.

Yurisprudensi adalah salah satu sumber hukum yang penting dalam khazanah sumbersumber formal hukum di dalam keluarga sistem hukum manapun. Perbedaan gradasi dalam penempatannya dalam daftar sumber-sumber formal hukum memang lebih mengemuka pada keluarga sistem common law daripada civil law, kendati kian hari dirasakan ada kecenderungan kedua keluarga sistem itu makin mendekat satu sama lain.

Pengertian Yurisprudensi: Apa itu Definisi Yurisprudensi?

Istilah yurisprudensi berasal  bahasa Latin “Iuris Prudential”, dalam bahasa Belanda “Jurisprudentie”, sedangkan dalam bahasa Perancis “Jurisprudence” yang kesemuanya berarti “ilmu hukum”. Dalam sistem pengetahuan hukum, yurisprudensi diartikan sebagai suatu pengetahuan hukum positif dan hubungannya dengan hukum yang lain. 

Selain itu, pengertian lainnya tentang yurisprudensi diberikan dalam system statue law dan civil law yang mengartikan bahwa yurisprudensi adalah keputusan-keputusan hakim terdahulu yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan diikuti oleh hakim atau lembaga peradilan lain dalam memutuskan suatu kasus atau perkara yang sama.

Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam UU dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaian suatu perkara yang sama

Yurisprudensi diciptakan berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 Mengenai Kekuasaan Kehakiman, UU ini menyatakan : pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas (kabur), melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya. Hakim diwajibkan untuk menggali, mengikuti dan memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat.

Pengertian Yurisprudensi Menurut Para Ahli Hukum

1. Yan Paramadya Puspa 
Yurisprudensi (Cases Law, Judge Made Law). Berdasarkan Kamus Hukum Karangan Yan Paramdya Puspa (1977), bahwa pengertian yurisprudensi adalah: 

"Kumpulan atau seri keputusan Makhkamah Agung berbagai vonis beberapa dari berbagai macam jenis kasus perkara yang berdasarkan dari pemutusan kebijaksanaan di setiap hakim sendiri yang kemudian dianut oleh para hakim lainnya untuk memutuskan kasus-kasus perkara yang hampir atau sama. Dengan adanya yurisprudensi demikian, para hakim secara tidak langsung dalam membentuk materi hukum atau yurisprudensi demikian merupakan sumber hukum."

2. Topo Santoso 
Menurutnya bahwa yurisprudensi adalah tidak sama dengan undang-undang, karena yurisprudensi memiliki kandungan norma khusus yang memiliki sifat individual dalam kasus tertentu, sedangkan dalam undang-undang sifatnya umum. Yurisprudensi tidak sama dan tidak setara dengan undang. 

3. Denny Indrayana
Menurut Denny Indrayana, bahwa pengertian yurisprudensi tidaklah sama dengan undang-undang, baik dari segi ketentuan hukum positif maupun dari segi doktrin. 

4. Philipus M. Hadjin 
Berdasarkan pendapat Philipus M. Hadjion dengan menggunakan oendekatan konseptual, bahwa berdasarkan UUD 1945, bahwa pengertian yurisprudensi adalah produk kewenangan legislasi DPR dengan karakter yuridis yang bersifat abstrak umum, sedangkan dlam Putusan Mahkamah Agung yang berada dalam ranah yudicial decision yang memiliki sifat yang konkrit-individual, maka dalam undang-undang tidak dapat disamakan dengan putusan Mahkamah Agung. 

5. Soehino 
Sedangkan menurut Soehino bahwa suatu keputusan Mahkamah Agung dapat disebut dengan Yurisprudensi, ketika putusan Mahkamah Agung tersebut mengenai suatu materi tersebut telah dirunut, dipakai sebagai acun dalam keputusan Mahkamah Agung mengenai materi yang sama yang paling sedikit 5 (lima) keputuan Mahkamah Agung.

6. Muladi
Menurut Muladi memberikan pendapatnya, yakni sebagai berikut: 
  • Yurisprudensi adalah ajaran hukum khusus yang terbentuk dari putusan-putusan pengadilan, khususnya Mahkamah Agung atau the science of law the forma principles upon which are law are based. 
  • Yurisprudensi dapat diartikan atau didefinisikan sebagai himpunan putusan hakim yang dianggap sebagai sumber hukum yang dapat dipakai sebagai rujukan oleh hakim dalam memutus perkara yang serupa. A body of a court decision as a judicial precedent considered by the judge in it's verdict. 
  • Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum yang disamping undang-undang, traktat, dokrin dan hukum kebiasaan. 

Pembahasan Yurisprudensi 

Secara formal memang kurang yang banyak berpendapat bahwa kehadiran dan derajat serta kekuatan dari hukum yurisprudensi sama dengan undang-undang, akan tetapi secara substantif mberdsarkan Soehino hal demikian dapat disamakan, yaitu, setelah merupakan atau menjadi sumber hukum. 

Yurisprudensi hanya menyangkut dan mengikat subyek hukum tertentu, satu subjek hukum saja. Sedangkan dalam undang-undang menyangkut dan mengikat secara umum. Yurisprudensi bisa dipakai sebagai dasar hukum dalam Mahkamah Agung dalam membuat keputusan, khususnya mengenai materi yang sama, dan yang akan datang. 

Menurut Soehino, Yurisprudensi tidak masuk ke dalam tata urutan peraturan perundang-undangan karena memang tidak merupakan peraturan perundangan, walaupun edmikian secara substansial Yurisprudensi mempunyak kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang. 

Namun beda halnya dengan pendapat Denny Indrayana mmepunyai pendapat yang berbeda dengan menyebutkan bahwa yurisprudensi tidaklah sama dengan undang-undang dapat dilihat dari beberapa segi, yakni dari sisi dokrtrin, dari segi pembuat atau pembentuknya, dari segi daya ikat, dari sisi sifat, dan dari sistem hukum, Lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut. 
  1. Dari sisi Dokrin, memang ada yang mengatakan bahwa yurisprudensi adalah sumber hukum, dan ada juga yang mengatakan bahwa undang-undang adalah submer hukum, tetapi terdapat dua-duanya yang tidak bisa disamakan sebagai satu bentuk hukum yang sama. Misalnya dari segi format, menurut Soedikno berpendapat bahwa berbeda antara yurisprudensi dengan undang-undang. Jika yurisprudensi ada identitas para pihak, ada konsideran, dan ada diktum. Sedangkan yang terdapat dalam undang-undang, tidak terdapat identitas para pihak, melainkan yang ada hanya konsideran. 
  2. Segi pembuat, menurut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Presiden bersama-sama dalam membuat -undang-undang, sedangkan yurisprudensi adalah hasil just made law atau hukum yang dibuat oleh peradilan. Jika terdapat satu lembaga legislatif (dan lembaga eksekutif, pen), yang membuat, yang satu adalah lembaga yudikatif sehingga tidak dapat disamakan. 
  3. Segi daya ikat, undang-undang memiliki kekuatan mengikat langsung kepada semua warga negara. Daya ikat terseut dalam udang-undang adalah memaksa, semua orang untuk tunduk pada undang-undang, sedangkan yurisprudensi daya ikatnya butuh pengakuan. Hukum yang dibuat oleh peradilan baru dapat menjadi yurisprudensi jika kalau di refer atau dijadikan auan, pen) terus menerus oleh keputusan leanjutnya yang memiliki materi yang hampir sama atau mirip atau sama. 
  4. Sisi sifat, undang-undang memiliki sifat aturannya general, abstravt rule, dia tidak menunjuk satu pihak dan berlaku untuk itu, sedangkan dama yurisprudensi memiliki sifat yang konkrit. 
  5. Sistem hukum, Indonesia menganut sistem civil law sehingga tidak terikat pada yurisprudensi. Tidak demikian halnya terhadap negara yang menganut common law yakni hakim yang terikat pada yurisprudensi binding precedernt, secarar decicious, sehingga sekali lagi, dari segi sistem hukum pun tidak dapat disamakan antara undang-undang dengan yurisprudensi. 

Kesimpulan Yurisprudensi

Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Yurisprudensi tidak sama sekali sama dengan undang-undang. 

Berdasarkan pendapat Mahkamah Konstitusi, bahwa Yurisprudensi tidak serta merta dapat disamakan dengan undang-undang demikian adalah tidak tepat, karena baik dalam arti formil mapun dalam arti materil, udang-undang tidaklah sama dengan yurisprudensi. 

Kemudian, yurisprudensi dapat dijadikan sebagai pegangan jika norma undang-undang postif tidak memberikan pengaturan atau masih bersifat sama-samar. Berdasarkan dalam teori ilmu hukum, yurisprudensi merupakan sumber hukum, namun bukanlah norma hukum tertentulis. Sehingga dalam UU No. 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yurisprudensi tidak dicantumkan sebagai dalam aturan hukum. 

Syarat-Syarat Yurisprudensi Bersifat Tetap

Menurut sistem hukum Indonesia putusan pengadilan diakui sebagai yurisprudensi bersifat tetap jika memenusi syarat sebagai berikut: 
  1. Putusan mempunya kekuatan hukum yang tetap atau inkracht van gewijs
  2. Menghasilkan keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan 
  3. Putusan yang harus sudah berulang beberapa kali atau dilakukan dengan pola yang sama dibeberapa tempat berpisah
  4. Norma yang terkandung di dalamnya memang tidak terdapat dalam peraturan tertulis yang berlaku, kalaupun ada tidak begitu jelas. 
  5. Putusan tersebut telah memenuhi syarat sebagaimana yang dikatakan dengan yurisprudensi dan diususklan oleh tim penilai yang dibentuk oleh Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. 

Macam-Macam Yurisprudensi

Terdapat beberapa macam yurisprudensi, macam macam yurisprudensi tersebut sebagai berikut.
  1. Yurisprudensi Tetap. Pengertian Yurisprudensi Tetap adalah suatu putusan dari hakim yang terjadi oleh karena rangkaian putusan yang sama dan dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan untuk memutuskan suatu perkara.
  2. Yurisprudensi Tidak Tetap. Pengertian Yurisprudensi Tidak Tetap ialah suatu putusan dari hakim terdahulu yang tidak dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.
  3. Yurisprudensi Semi Yuridis. Pengertian Yurisprudensi Semi Yuridis yaitu semua penetapan pengadilan yang didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon. Contohnya : Penetapan status anak.
  4. Yurisprudensi Administratif. Pengertian Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam lingkup pengadilan.

Baca Juga: 

Pengertian Hubungan Internasional, Asas, & Arti Pentingnya
Norma Hukum: Pengertian, Contoh dan Ciri-Cirinya
Hubungan Dasar Negata dengan Konstitusi


Demikianlah informasi mengenai Yurisprudensi. Semoga informasi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita dalam memahami mengenai hukum Indoneisa, agar kita tidak keliru dalam memahami suatu hukum di Indonesia. Kan aneh, ketika mengkritik hukum pemerintah, dalam segi kulit luar dalam hukum Indonesia seperti menyoal yurisprudensi tidak kita ketahui. Terlebih lagi, kondisi Indonesia yang tidak cukup menyakinkan untuk kita lepaskan dari pikiran dan perhatian kita. Sekian dan Terima Kasih. Salam Berbagi Teman-Teman. 

Referensi Pengertian Yurisprudensi: 

Jasin, Johan. 2014. Hukum Tata Negara Suatu Pengantar . Yogyakarta: Deepublish. hlm: 68-72.  
Handoko, Duwi. 2015. Hukum Positif Mengenai Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia Jilid II. Pekanbaru: Hawa dan Ahwa. Hlm: 54-61.  
Moh. Hatta, 2008. Menyongsong Penegakan Hukum Responsif Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Dalam Konsepsi dan Implementasi) Kapita Selekta. Penerbit Galangpress : Yogyakarta. 
Sinaga, Reindra Jasper dan Fatmawati. 2014. Yurisprudensi Tetap Dalam Perspektif Hukum Tata Negara (Analisis Terhadap Sumber-Sumber Hukum Tata negara dan Kemerdekaan Hakim. Universitas Indonesia: Fakultas Hukum. hlm: 1-2. 
Butarbutar. 2014. Kajian Tentang Perintah Jabatan Yang Diatur Pasal 51 KUH Pidana. Artikel: Lex et Societatis, Vol. II No 2. Hlm: 1-6.  
Shidarta. 2013. Mencari Jarum Kaisah Di Tumpuk Jerami Yurisprudensi. Jakarta: Fakultas Humanior Universitas Bina Nusantara. Hlm: 332-337.