Senin, 13 April 2020

Tarian Asal Sulawesi Tengah

Provinsi Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun temurun. Karena banyaknya suku yang mendiami Provinsi Sulawesi Tengah, Penduduk yang tinggal di pantai bagian barat Kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan Masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman hindu. Pusat-pusat tenun terdapat di Donggala Kodi, Watulampu, Palu, Tawaeli, dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik special yang bermotif Bali, India, dan Jepang masih dapat ditemukan.

Masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat tiang dan dinding kayu yang memiliki atap ilalang hanya memiliki satu tiang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, terdapat juga lumbung padi yang disebut Gampiri.

Musik dan tarian di Sulawesi Tengah sangat bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrument seperti suling, gong, dan gendang. Alat msik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai alat ritual keagamaan. Di wilayah suku Kaili sekitar pantai barat music tradisional Waino ditampilkan ketika upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih popular bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival. Jenis-jenis tarian yang berkembang di provinsi Sulawesi Tengah antara lain :

Tari Balia
Tari Balia, Tari Balia merupakan sejenis tarian yang berkaitan dengan kepercayaan animism, yaitu pemujaan terhadap benda keramat, khusunya yang berhubungan dengan pengobatan tradisional terhadap seseorang yang terkena pengaruh roh jahat. Pengertian Balia ialah tantang dia (Bali = tantang, ia/iya = dia), yang artinya melawan setan yang telah membawa penyakit dalam tubuh manusia. Balia dipandang sebagai prajurit kesehatan yang mampu untuk memberantas atau menyembuhkan penyakit baik itu penyakit berat maupun ringan melalui upacara tertentu. Masuk atau tidaknya makhluk-makhluk tersebut ditentukan oleh irama pukulan gimba (gendang), lalove (seruling) yang mengiringi jalannya upacara ini.

Karena itu, agar semua peserta balia bisa kesurupan maka irama gimba, lalove dan gong itu harus berubah-ubah dan bersemangat hingga nantinya peserta balia tersebut akan melakukan gerak-gerak tarian yang kasar, cepat dan tak beraturan dalam kondisi kesurupan. Pemimpin upacara ini ialah seorang dukun yang biasa disebut Tina Nu Balia yang berpakaian seragam terdiri atas buya (sarung), siga (destar) dan halili (baju dari kain kulit kayu), namun saat ini pemimpin upacara balia lebih sering menggunakan baju model kebaya.

Dopalak
Dopalak. Dopalak ditarikan oleh 7 orang penari wanita, seorang diantaranya berperan sebagai palima yaitu kepala penari. Keenam penari lainnya disebut dayang-dayang. Tari Dopalak mengambarkan bagaiman ketujuh orang tersbut dating membawa dulang, setelah itu palima maju terlebih dahulu untuk menyelidiki tempat yang mengandung emas, kemudian diikuti oleh yang lain. Kemudian mereka semua mulai mengambil pasir yang bercampur emas, selanjutnya pekerjaan mendulang dimulai, menggunakan selendang sebagai penyaring, emas yang diperoleh dimasukkan ke dalam dulang selanjutnya mereka pulang. Iringan music tari Dopalak adalah seperangkat kakula, pertunjukkan ini dilakukan kurang lebih 7 menit.

Tari Morego
Morego adalah sejenis tarian untuk menyambut kepulangan para pahlawan dari medan perang dengan membawa kemenangan. Sebelum melakukan tarian ini ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh para penari diantaranya meminta restu kepada pemangku adat, setelah itu mencari wanita pasangan menari yang belum menikah.

Tari Pajoge
Pajoge. Pajoge merupakan tarian yang berasal dari lingkungan istana dan biasanya tari ini dipertunjukkan pada saat ada pesta pelantikan raja. Tarian ini merupakan hasil pengaruh unsur kesenian dari kebudayaan yang berkembang di Sulawesi Selatan. Para penarinya terdiri atas tujuh orang penari wanita dan penari pria. Pajoge berfungsi sebagai tarian hiburan, juga merupakan alat penghubung antara raja dan rakyat, untuk mendekatkan hubungan agar rakyat tetap cinta kepada rajanya dan sebaliknya.

Tari Torompio
Torompio berarti “angin berputar”. Gerakan tarian yang dinamis dengan gerakan berputar-putar bagaikan insan yang sedang dilanda cinta kasih, sehingga tarian ini disebut torompio. Pengertian gelora cinta kasih untuk semua kehidupan, seperti: cinta tanah air, cinta sesama umat, cinta kepada tamu-tamu (menghargai tamu-tamu) dan lain sebagainya. Namun, yang lebih menonjol ialah cinta kasih antarsesama remaja atau muda-mudi, sehingga tarian ini lebih dikenal sebagai tarian muda-mudi. Torompio dalam penampilannya sangat ditentukan oleh syair lagu pengiring yang dinyanyikan oleh penari dan pengiring tari.

Tarian ini dahulu ditarikan secara spontan oleh para remaja dengan jumlah yang tidak terbatas dan dipergelarkan di tempat terbuka, seperti halaman rumah atau tempat tertentu yang agak luas. Para penontonnya muda-mudi yang berdiri dan membentuk lingkaran, karena tari ini didominasi oleh komposisi lingkaran dan berbaris.

Tari Pontanu
Tari Pontanu. Pontanu berarti menenun, tari Pontanu menggambarkan gadis-gadis Kaili yang sedang menenun kain sarung Donggala atau yang lebih dikenal dengan Buye Sabe. Seperti yang kita tahu sarung Donggala mempunyai motif warna yang indah diperkaya dengan sulaman benang emas membuat sarung Donggala dikenal dimana-mana sebagai tenunan khas Sulawesi Tengah, karena keindahannya pula hingga diabadikan dalam bentuk tarian Pontanu.

Tari Pamonte
Pamonte artinya menuai padi, Tari Pamonte merupakan tari khas daerah Sulawesi Tengah yang menggambarkan kegiatan para petani pada saat
Provinsi Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun temurun Tarian Asal Sulawesi Tengah
musim panen tiba, mereka memetik dan menuai padi secara bergotong-royong. Pesta panen disebut dengan adat vunja yaitu tradisi masyarakat dalam mensyukuri keberhasilan panen. Dalam tarian ini terlihat jelas proses pengolahan padi menjadi beras. Mulai dari memetik, menumbuk, menapis. Gerak tari pamonte mengikuti syair lagu yang dinyanyikan. Layaknya seorang petani, mereka menggunakan topi caping dalam tarian. Pakaian Tari Pamonte biasanya terdiri dari kebaya berwarna Merah, dihiasi dengan benang emas, dan dilengkapi dengan kerudung warna merah.

Tari Baliore
Tari Baliore. Tari Baliore menggambarkan keindahan gadis-gadis provinsi Sulawesi tengah yang bergembira saat panen tiba. Mereka menari-nari dengan lincahnya. Hentakan ritmis tetabuhan, terutama gendang semakin menambah dinamisnya tarian. Pakaian tari Baliore terdiri atas blus lengan pendek berwarna hijau modifikasi baju poko’ yang dihiasi dengan benang kuning. Pada bagian bawah menggunakan celana yang panjangnya 3/4 (bahasa Kaili: Puruka Pajana), berwarna hitam dihiasi benang emas. Sebagai pelapis pinggul digunakan rok pendek (bahasa Kaili: Ro’mbuku) berwarna merah dan kuning serta memakai ban pinggang (bahasa Kaili: Pende) berwarna hitam yang bersulamkan benang emas. Adapun aksesorisnya terdiri atas anting-anting panjang atau dali taroe tusuk konde atau potosu unte, gelang atau ponto, gelang kaki atau vinti .

Tari Jepeng
Tari Jepeng. Tari Jepeng merupakan jenis tarian yang bernafaskan Islam. Pada mulanya tari Jepeng hanya ditarikan oleh kaum dewasa secara berpasangan, pada acara pesta perkawinan, khitanan, syukuran dan sebagainya, namun seiring perkembangan jaman, tari ini mulai dikreasikan, sehingga dapat dilakukan oleh kaum wanita dan pria secara berpasangan. Tarian ini diiringi kesenian marawasi, bersama-sama dengan alat kesenian lainnya seperti gambus, dan biola (viol)

Tari Pepoinaya
Tari Pepoinaya. Tari Pepoinaya merupakan tari pengucapan syukur atas segala berkah dan karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan ini. Tari ini adalah pengembangan dari upacara adat Wurake dari Kabupaten Poso.Tari Pepoinaya menggunakan busana daerah Kecamatan Lore Selatan Kabupaten Poso yang disebut Baju Bada. Pakaian ini terdiri dari blus lengan pendek sebatas siku (bahasa Bada : Kaeva) berwama merah muda yang diaplikasi dengan pita warna-warni. Pada bagian bawah, menggunakan rok bersusun dua (bahasa Bada : Wini) berwarna biru, yang diaplikasi dengan Pita wama merah dan merah muda.

Tari Posisani
Tari Posisani. Posisani berarti perkenalan, tari ini merupakan tari pergaulan yang menggambarkan kegembiraan mda-mudi saat pesta. Mereka bergembira bersama sambil menari dan menyanyi. Para gadis menari dengan memainkan kerincing. Di saat inilah mereka berkenalan antara satu dengan yang lainnya, dan pada akhirnya mereka menemukan pasangan hidup. Pakaian Tari Posisani sama dengan pakaian yang digunakan pada Tari Jepeng, yaitu blus lengan panjang (bahasa Kaili : Baju Pasua) berwarna merah jambu. Pada pergelangan tangan blus ini, diaplikasi dengan kain warna biru yang bersulamkan benang emas sebagai pengganti gelang tangan. Pakaian Tari Posisani ini mengunakan selempang (bahasan Kaili : Nosampa) berwarna ungu dan putih yang dihiasi dengan picing/mote warna kuning, bermotifkan taiganja.

Pada bagian bawah, memakai celana panjang sebatas mata kaki (Puruka ndate) berwarna merah jambu. Pada pergelangan kaki celana ini diaplikasi dengan kain berwarna biru yang dihiasi dengan picing/mote warna kuning bermotifkan taiganja, sebagai pengganti gelang kaki. Selain celana panjang, juga memakai rok warna biru yang dihiasi picing/mote warna kuning bermotifkan taiganja dan benang emas. Rok ini dilengkapi dengan ban pinggang warna hitam, bersulamkan benang emas.

Tari Anitu
Anitu. Anitu berarti halus, tari ini dikenal di daerah Kulawi dan Palu Kabupaten Donggala. Tari Anitu ditarikan oleh 6 orang wanita. Formasi pokok dalam tarian tersebut adalah membentuk dua deretan ke belakang, yaitu tiga di kiri dan tiga di kanan serta membentuk satu dertan berjajar dngan setiap penari meletakkan tangan dibahu penari yang ada di sebelahnya. Gerak-gerak tangan yang digunakan adalah membuka dan menutup telapak tangan, gerak-gerak tangan seperti menumbuk, dan mengayunkan kedua tangan sambil memgang ujng selendang.

Tari Dero
Tari Dero, Dero atau Modero adalah tari persahabatan yang biasa dilakukan banyak orang dengan formasi melingkar. Tari Dero dikenal masyarakat Poso-Morowali, Sulawesi Tengah sebagai tarian perdamaian. Peserta tari tersebut saling berpegangan tangan yang menandakan rasa persatuan dan persahabatan, meskipun sebelumnya belum saling mengenal. Tarian ini biasanya diiringi organ tunggal dengan dua orang penyanyi.

Tari Dero menjadi sarana persahabatan sekaligus perdamaian, saat menari Dero setiap orang bebas masuk ke dalam lingkaran dan langsung menggandeng tangan orang disebelahnya, tidak ada yang pernah menolak penggandengan tangan itu karena Dero memang ajang untuk bergembira dan mencari sahabat tanpa peduli apa agamannya. Tarian Dero bukan tarian leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama Pendudukan Jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II. Saat ini tari dero telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih popular bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian.